Rabu, 20 April 2016

HARUS MENGANGKAT JATI DIRI SEBAGI SUKU MEE



Berbicara mengenai Papua, mungkin ada baiknya mengenal terlebih dahulu karakter dan budaya dari orang Papua, secara khusus suku Mee. Pulau Irian berasal dari kata “Iryan” yang berarti sinar matahari menghalau kabut. Sedangkan “Papua” berarti orang hitam berambut keriting.


Memang benar demikian khususnya di daerah pedalaman yang letak geografisnya di pegunungan. Hampir setiap saat kabut turun menyelimuti dengan intensitas curah hujan yang cukup tinggi sehingga beriklim dingin bisa mencapai 10ÂșC.

Begitu pula dengan masyarakatnya yang secara fisik memang berkulit hitam dan berambut keriting.Ada banyak suku di Papua dan setiap suku memiliki budaya, bahasa, karakteristik dan ciri khas tertentu yang membedakan. Salahnya satunya adalah perbedaan fisik. Terdapat sedikit perbedaan fisik antara orang Papua di pegunungan dan yang di pesisir pantai.
Orang Papua di pegunungan atau di pedalaman biasanya bertubuh pendek, sedangkan orang pesisir pantai lebih tinggi dan besar. Secara khusus di Mapiha sendiri adalah suku Mee, suku Mee termasuk tiga suku besar di Papua setelah suku Dani dan Moni.
Orang-orang dari suku Mee tinggal di daerah lembah Kammu dan pegunungan Mapiha sampai dengan Danau Paniai, Tigi dan Tage di Enarotali yang bertabatasan dengan suku Moni.
Mee sendiri artinya “orang atau manusia”, namun tidak berarti diluar suku Mee itu bukan manusia. disebut manusia karena mereka hidup diatas 2 telapak kakinya sendiri dan tidak bergantung pada orang lain.
Suku Mee juga bersaudara dengan suku Moni yang ada di Puncak Jaya. Dikisahkan, ada dua orang lelaki bersaudara, masing-masing menaruh keturunan suku Mee dan suku Moni. Oleh karena hal ini menjadi rahasia umum antara kedua suku, maka para lelaki dan kaum Hawa suku Mee tidak boleh menikah dengan suku Moni dan sebaliknya. Hal ini berlaku turun temurun hingga kini.

Suku Mee memiliki suatu ajaran turun temurun dari nenek moyang yang disebut dengan Emawaa-Owaadaa (Rumah Adat). Sebagai simbol dan jati diri orang Mee juga sebagai bentuk hubungan baik dengan Touto Mee (Allah Suku Mee yang dipercayai sebelum masa misionaris)  yaitu, ‘diho dou manaa’ (Nasihat agar hidup baik). Diho dou mana adalah rasio setiap manusia. Oleh karena itu, orang tua  mengajarkan bahwa, jadikanlah rasio sebagai kakak untuk mengarahkan serta menuntun setiap orang dalam perjalanan hidup.
Diho dou artinya, ‘hal yang benar tetap benar dan yang terlarang tetap terlarang’. Dalam konsep ini kalau suku Mee mengakui Touto Mee, artinya sama dengan menjaga kekudusan diri. Orang suku Mee diciptakan serupa dengan Allah karena di dalam diri kita adalah rumah-Nya. Artinya Tuhan tinggal di dalam diri orang Mee.
Untuk berelasi dengan Allah, orang suku Mee harus berperilaku sesuai dengan apa yang baik dan benar, dan yang tidak baik atau larangan oleh orang tua. Karena Allah menghembuskan Roh-Nya dalam diri setiap orang, yang menjadi pusat bagi seantero tubuh kita.
Orang suku Mee juga berelasi dengan tanah, memiliki batas-batasnya. Oleh karena  itu setiap fam harus membuat pagar antara kampung dengan kampung lain. Karen tanah adalah ibu yang memberi kehidupan bagi kita maka pada suatu saat orang suku Mee bertanggung jawab terhadap Allah.
Tanah tidak boleh dijual!, itu adalah adat suku Mee. Kerena  jika tanah dijual, segala unsur kehidupan akan menjadi tidak aman. Contohnya,  keturunan dari mereka yang menjual tanah akan mengalami sakit dan keturunannya tidak berlanjut. Ini peringatan agar segala yang ada di atas tanah harus dipelihara dan dilestarikan.

Orang suku Mee juga memiliki relasi dengan para leluhur. Artinya bahwa biarpun mereka telah mendahului kita, tetapi memiliki hubungan degan kita yang hidup. Karena kepercayaan orang suku Mee bahwa mereka masih mendiami bumi, seperti pohon, batu dan lain yang dikramatkan.
Dan juga ada relasi dengan keluarga, seperti halnya bapak adalah kepala keluarga yang bertanggung jawab terhadap anggota keluarga dan tetangga. Terlebih kepada anak-anaknya untuk mendidik mereka ‘tota mana’ (apa yang baik dan yang tidak baik), di Hamewa (Rumah adat suku Mee), menjadi guru bagi anak-anaknya.
*  *  *
Harapan saya :
            Yang terakhir adalah relasi terhadap diri sendiri. Orang suku Mee harus memiliki rasio dan hati dalam diri masing-masing. Agar bisa mencintai dan peduli terhadap para leluhur, orang tua, tanah, dan dengan Allah itu sendiri. 

Oleh : Dallmas Edowai

Editor : Natalis.

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar sesuai dengan kutipan diatas menurut pemahaman anda, harap komentar yang membangun dan bermanfaat.

Translate

Pengikut Web Ini

Popular Posts