Wati (27 tahun) bekerja pada suatu
perusahaan konsultan yang tidak terlalu besar. Ia jatuh cinta pada Iwan,
atasannya. Sebut saja semua hal yang baik, maka Iwan memilikinya. Otak yang
cemerlang, sikap yang profesional dan gentleman, penampilan yang selalu rapi
dan nice looking serta usia baru 36 tahun.
Wati membiarkan perasaannya kepada
Iwan tumbuh tanpa halangan. Semakin hari ia semakin jatuh hati kepada Iwan.
Iwan bukannya tidak tahu akan hal itu tetapi sikapnya yang profesional di
kantor yang tidak membiarkan hal-hal pribadi mencampuri urusan kantor membuat
Wati semakin mengagumi pribadi Iwan.
Suatu hari urusan kantor membuat
mereka berdua harus pergi ke beberapa kota di Jawa Tengah. Entah bagaimana
ceritanya mereka kemalaman dan menginap di sebuah hotel kecil. Sebenarnya Iwan
ingin memesan 2 kamar tetapi karena hanya tersisa 1 kamar ia meminta pendapat
Wati. Karena memang sudah sangat lelah Wati setuju untuk sekamar dengan Iwan.
Sebenarnya Wati agak “sedikit
senang” dengan kondisi darurat tersebut. Karena tidak ber-ac, maka Iwan membuka
jendela kamar. Masalah lainnya kamar tersebut hanya memiliki 1 ranjang
berukuran tanggung dan tidak memiliki kursi panjang. Tidak mungkin bagi Wati
untuk meminta Iwan tidur di lantai. Jadilah akhirnya mereka tidur seranjang.
Sebenarnya Wati tidak bisa tidur
karena seranjang dengan Iwan. Sebagai seorang wanita jantungnya berdebar sangat
kencang karena tidur seranjang dengan pria sopan yang sangat dikaguminya. Kaki
mereka beberapa kali saling bersentuhan karena ranjangnya memang pas-pasan. Setelah
setengah jam, angin malam yang masuk lewat jendela membuat Wati merasa
kedinginan sehingga ia memberanikan diri bertanya kepada Iwan.
“Mas Iwan, aku kedinginan nih.
Boleh nggak minta tolong jendelanya ditutup saja?”
Iwan tidak langsung menjawab dan
Wati berpikir Iwan sudah tertidur sehingga ia mengulanginya lagi. Wati: “Mas Iwan…”, kali ini Iwan
langsung menjawab: “Wat, kamu kedinginan ya? Maukah kamu malam ini bertindak
seperti isteri saya?” Jantung Wati serasa berhenti
berdetak. Pikirannya langsung guncang mendengar pertanyaan Iwan. Dengan
hati-hati ia bertanya: “Maksud mas Iwan?” “Maksud saya…., jendelanya kamu tutup sendiri ya!”.
Di sini kisah ini sangat
inspiratif... Soalnya kalau dalam cerita diatas bukan si Iwan, maka para pembaca mau harapkan cerita seperti
apa? Jangan lupa ini sudah suasana Natal....
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar sesuai dengan kutipan diatas menurut pemahaman anda, harap komentar yang membangun dan bermanfaat.