Selasa, 06 Desember 2016

GERVASIUS KOTOUKI Perintis Agama di Mee Pago dan La Pago Tutup Usia

Kini sekarang kita hanya boleh mengenang jazah para pejuang dan perintis para misionaris pembawa agama, pendidikan dan obat-obatan. Karena kita katakan pembawa agama saja berarti kurang lengkap ceritanya.

Para misionaris dari Belanda, Jerman dan negara lainnya yang datang di pulau cendrawasih, awalnya mereka hanya bisa berkomunikasi dengan bahasa isyarat dengan masyarakat setempat. Hingga lambat laun kedua belah pihak mempelajari bahasa setempat dan bahasa yang datang dari daerah asing.


Ada beberapa pelayan misionaris yang terkenal di Mee Pago dan La Pago yaitu Zoalkiki Zonggonau asal suku Migani dan Auki Tekege asal suku Mee yang mulai berkarya dari tahun 1936. Oleh karena berkat dari para tetua inilah diperkenalkannya agama, pendidikan dan obat-obatan. Hingga beberapa tahun kemudian dibuka pusat pendidikan di Kokonau.

Berkat adanya pusat pendidikan di Kokonau maka diberangkatkan perwakilan dari setiap suku dan daerah untuk menimba ilmu disana. Angkatan kedua dari sekolah yang dibangun hingga kelas 4 ini termasuk Bpk. Gervasius Kotouki diantara tujuh orang teman lainnya yang berbeda daerah, suku dan bahasa dari Me Pago dan La Pago.

Tanpa ada kabar balik dari tempat perburuan ilmu kepada pihak keluarga. Pihak keluarga hanya tahu bahwa anak mereka sedang berburu ilmu ‘Ogai Penaa’ (Bahasa Mee ‘berburu Ilmu’). Karena saat itu alat komunikasi dan transportasih belum sama sekali terjangkau. Jadi, pihak keluarga memakluminya segala hal apapun yang terjadi, dia anak lelaki dan akan menanggungya sendiri, ‘Akekago Wokago’ ( bahasa Mee ‘terserah anda di kehidupan selanjutnya’).

Setelah beberapa tahun berlalu angkatan pertama di sekolah itu kembali mengutus kepada daerahnya masing-masing tetapi angkatan kedua diutus oleh pihak sekolah pada daerah yang melum mengutus putra mereka untuk bersekolah, karena masih belum betul mengenal para misionaris yang datang.

Bapak Kotouki saat itu diutus ke Wamena, ke beberapa daerah yang sangat terpencil dibalik indahya alam yang belum sama sekali tersentuh. Berbaur dengan masyarakat setempat yang sama sekali tidak saling kenal sebelumnya. Bahasa dan dan budaya yang berbeda membuat Bapak Kotouki harus menyesuaikan selama kurang lebih satu tahun.

Setelah empat tahun berlalu Beliau kembali diutus ke daerah lain karena berkatnya pada daerah itu telah menamatkan beberapa putra setempat dari pusat pendidikan kokonau yang kembali mengutus kesana.

Kemudian Bapak Kotouki dijemput oleh beberapa tokoh masyarakat dari kampung Bilai dan Bilogai (Sekarang Kab. Intan Jaya) karena telah terkabar antar masyarakat hingga terdengar sampai disana. Beliau melanjutkan pelayanannya bersama masyarakat setempat. Sekitar tahun 1948 beliau ditawarkan kembali ke kampung Ilaga dan sekitarnya (Sekarang Kab. Puncak Papua) namun dari pihak penyelenggara pendidikan atau para misionaris menginginkan dia untuk kembali ke daerah Mee Pago karena pada tahun itulah pemerintah belanda membangun sekolahan di Enarotali.

Bersama masyarakat Enarotali (sekarang Kab.Paniai) selama dua tahun kemudian ia mendampingi tim misionaris lain yang membangun sekolahan di Obano tahun 1950. Beliau pernah berpartisipasi dalam pembangunan lapangan terbang Enarotali pertama kali oleh pemerintah belanda.

Pada masa kejayaannya atau pada umur yang mudah beliau kembali bertugas bersama tim misionaris di Dadou daerah Siriwo, perbatasan antara Nabire-Paniai. Disana hanya setahun lebih, karena beliau telah mendengar informasih bahwa telah berkembang dengan pesat sekolahan yang dibagun oleh para misionaris di daerah Mapia kampung halamannya sendiri.

Dengan rasa ingin kembali ke daerah asalnya untuk menebar pekabaran Injil dan pendidikan juga tidak terlepas dari rasa rindu beliau mengembara kembali di seantero daerah Mapia. Sekitar tahun 1970 beliau menetap di kampung Toubai bersama istri barunya Gervasia Iyai (Alm, 2015) dari kampung Dihowdimi.  

Di Mapia sendiri dipelopori oleh Pastor Smith Ofm sekitar tahun 1936, beberapa tahun kemudian menamatkan beberapa angaktan dari sekolah yang dibangun di daerah Timepa yaitu SD YPPK  Santa Maria Tillemans Timeepa.    

Karena Bapak Kotouki Berlatarbelakang Katekis (Pembantu Pastur untuk Umat Katolik), maka beliau kembali membuka Gereja di kampung Dihowdimi dengan kerja sama masyarakat setempat yang sangat kompak saat itu. Beserta rumah para Pastur (sekarang Pastoran) disana.

Kedua tempat ini dibangun atas dasar izin para misionaris, karena disana letak kampungnya berjauhan dengan kampung Timeepa dan Modio untuk beribadah bersama saat hari raya dan minggu biasa. Juga karena daerah perbukitan yang tinggi sangat tepat untuk tempat peristirahatan dengan udara yang sejuk dan pemandangan yang elok pula.

Saat itupun beliau masih terlepas dari keluarganya, karena beliau ditugaskan di Dihowdimi yang adalah kampung dari Istrinya. Sementara keluarga aslinya berkediaman di Hikaukebo, salah satu kampung kecil di Timeepa. Masa kejayaan beliau berlabu disana.

Pada masa senjanya beliau kembali kedalam pelukan keluarganya di Hikaukebo. Hiruk pikuk kehidupan dilaluinya bersama masyarakat.  Keluarga bahagia. Beliau mendapat berkat dari Tuhan memperoleh buah hatinya sebanyak 14 bersaudara, 7 orang perempuan dan 7 orang lelaki.  

Pada masa tuanya, beliau menjalani hari-hari hidup yang sangat luar biasa. Aktif di Gereja. Membagun rumah sendiri berlantai dua di kampung kediamannya, hingga sering jalan pulang-balik Timeepa-Bomomani dengan berjalan kaki.


Foto Dok V.K 2010
Beliau adalah salah satu pelopor perencanaan pembagunan sekolah di Hikaukebo. Yang pada saat ini sedang mempersiapkan bahan dan materil untuk dibangun.

Hingga kini pada tanggal 5 Desember 2016, pukul 13 lebih waktu Papua beliau dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Menghembuskan nafas terakhir di kampung halamannya Hikaukebo, Timepa Kab. Dogiyai. Beliau telah berumur 91 tahun.

Nasehat dan didikannya telah berhasil memamanusiakan manusia Meepago dan Lapago. Beliau berhasil dalam menjalankan tugasnya baik dari para Misionaris, diri sendiri dan dari Yang Maha Kuasa itu sendiri. Harapan keluarga bahwa mohon doa atas kepergian Beliau agar menghadap ke hadirat Tuhan dan bagi keluarga yang ditinggalkanya agar diberi ketabahan dari Tuhan.

Akhirnya penulis mewakili kaum intelek dan pelajar asal Mapia menyampaikan turut belasungkawa kepada Bapak Gervasius Kotouki  yang adalah pekabar Injil dan guru besar bagi masyarakat Lapago, Meepago dan umumnya Tanah Papua surga kecil yang jatuh ke bumi.


*) Penulis adalah mahasiswa jurusan Biokimia di tanah pasundan, anak ketiga dari putri beliau yang ketiga.
       

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar sesuai dengan kutipan diatas menurut pemahaman anda, harap komentar yang membangun dan bermanfaat.

Translate

Pengikut Web Ini

Popular Posts