Saya
juga sangat bingun dengan pernyataan sikap diatas ini, kadang manusia bingun
menentukan kata ‘ya’ atau ‘tidak’ di dalam berbagai situasi
masalah dan sebagainya. Baik itu masalah yang sangat sederhana maupun masalah yang
sangatlah sulit, untuk menghadapi hal ini ada saja manusia yang susah untuk
memutuskan ini.
Kata
ya atau tidak umum digunakan dalam
menyelesaikan suatu masalah. Pastinya dua kata ini keluar ketika seseorang atau
sekelompok orang menemukan suatu masalah dan suatu solusi dalam masalah itu
dari satu pihak. Baik itu pihak yang menghasilkan masalah ataupun yang menjadi
korbanya.
Dalam
hal ini saya menjadi salah satu korbannya. Yang saya bingunkan adalah masalah
ini apabila saya katakan ya juga saya bersalah, dan juga apabila saya katakan tidak juga saya tetap bersalah. Dan sebagai
solusinya saya harus putuskan itu dan saya siap menghadapi masalah itu. Seperti
itu.
Saya
akan ceritakan masalah ini dari asal usulnya terjadi masalah ini. Pertamanya
adalah sebagaimana sebagai seorang mahasiswa tidak terlepas dari aktivitas
belajar dan mengajar di kampus dimana ia menganyam pendidikan. Maka dari itu
ada yang namanya ujian semester.
Saya
menghadapi ujian semester itu. Saya sudah mempersiapkan diri semaksimal mungkin
sebelum mengikuti ujian tersebut. Disana juga saya dengan teman sekelas
saya sekitar 30 orang, saya harus
mengikuti ujian dengan bekal yang saya sudah persiapkan itu.
Pertamanya
berawal dari kata ‘menyontek’ maka
saya belum terbiasa dengan hal ini. Karena saya jujur, saya tidak pernah
mendapatkan pelajaran menyontek waktu saya sekolah di bangku SD, SMP, dan SMA,
bahkan saya dilarang keras dan diawasi ketat oleh ibu bapak guru saya di
sekolah. dan saya juga dimarah sama orang tua saya agar saya jangan menyontek
tetapi belajarlah banyak.
Dan
saat saya masuk kuliah suatu keajaiban yang terjadi, saya mendapatkan
teman-teman saya semuanya menyontek dalam kelas saat mengikuti UAS itu, saya merasa heran dan saya sangat
mengakui cara mereka melakukan hal itu, taktik mereka sangatlah cerdik dalam
hal itu, dan saya sangat mengakui itu.
Dari
sana untuk hari berikutnya saya tahu bahwa mereka akan menyontek lagi, makanya
saya datang agak terlambat agar saya dukuk di bangku yang terbelakang, dan ini maksud saya juga untuk
melihat dengan jelas siapakah yang menyontek. Ternyata sama halnya dengan hari
pertama mereka menyontek semua, dan saya saksikan hal itu, sambil mengakui taktik
mereka yang cerdik itu.
Dan
haingga hari yang terakhir mereka masih saja menyontek dan senang dengan apa
yang mereka sudah lakukan. Saya juga
percaya diri dengan apa yang saya jawab, saya juga tidak merasa rendah diri
karena saya sudah menjawab apa yang saya harus jawab dengan kemampuan dan
kesiapan-kesiapan yang saya sudah lakukan sebelumnya.
Akhirnya
tibalah saatnya untuk kami harus melihat nilai yang sudah keluar di sana.
Setelah kami mengetahui nilai kami yang sudah keluar itu, saya mendapatkan nilai
yang bedah jauh dengan mereka. Nilai saya minimal dan nilai mereka maksimal.
Dan saya juga terima itu dengan lapang dada karena saya tahu nilai saya itu
saya dapat dari hasil jeripayah saya sebelum menghadapi ujian itu.
Maka
apa yang terjadi disana saat kami melihat nilai bersama di papan pengumuman.
Mereka melihat saya lebih rendah dari mereka, saya tidak ada apapanya dibanding
mereka, dan saya juga merasa tidak ada
bandinganya dengan mereka saat itu. Maka saya merasa tersingkir dari omongan
mereka.
Mereka
bahkan mengatakan padaku, apa yang kamu jawab saat ujian, bukannya kamu tidak
belajar sebelum ujian maka nilai kamu hancur seperti ini?. Dan saya hanya
menjawab inilah nilai yang saya dapatkan dari hasil belajar saya. Saya juga
tidak tahu apa yang mereka pikirkan dengan aku saat itu.
Apakah
mereka kira saya ini bodok, ataukah tidak pernah belajar, ataukah sosok anak
pemalas, entah apalah yang mereka pikirkan tentang saya saat itu dan saya juga
menerima itu semuanya. dan dalam benak saya hanya muncul sepatah pikiran,
mereka sangat sombong sekali dengan nilai nyontekan itu’.
Mereka
meninggikan diri mereka dengan nilai yang didapat dari hasil nyontekan itu, dan
mereka akan tunjukan nilai mereka itu ke orang tuanya dan berkata pak ini hasil
dari apa yang saya sudah belajar. Dan pasti mereka akan mengakui hal itu karena
sesama manusia. Tetapi di hadapan Tuhan pasti itu akan menjadi bahan
perhitungan dengan mereka. Saya yakin itu.
Yang
menjadi masalah saya disini adalah, dengan hal seperti ini diri saya menjadi
pesimis, saya kurang dianggap dari teman-teman sekelas saya maka ini bagimana
caranya saya harus menyesuaikan diri. Apakah saya harus belajar dua kali lipat
dari sebelumnya atau saya harus belajar menyontek di ujian yang mendatang. ...?
Inilah
masalah saya, kalau saya belajar lebih dari biasanya saya harus mengorbankan
waktu saya untuk aktivitas lain yang saya harus lakukan. Tapi kalau saya
belajar menyontek pasti saya butuh waktu yang panjang untuk latihan dan
menyesuaikan dengan kondisi yang ada disana. Saya harus pilih yang mana, kalau
saya belajar lebih itu tidak mungkin bagi saya karena memaksakan kehendak nanti
hasilnya juga konyol.
Maka
saya harus pilih belajar menyontek agar nilai saya bisa setara dengan teman
–teman saya. Ini pilihannya saya harus kataan ya atau tidak dengan
pilihan ini. Masalahnya kalau saya katakan ya juga pasti ada saja masalah dan dampak yang aka timbul
setelah hal ini. Dan apabila saya katakan tidak juga akan berdampak buruk
terhadap
masalah yang saya hadapi ini.
Jadi saya merasa bingun
dengan pilihan terakhir yang mengatakan kata ya dan tidak ini. Saya minta
pendapat dari kawan-kawan sekalian yang mana juga perna menjadi mahasiswa dan
sedang sebagai mahasiswa. Karena saya tahu kalian juga mengalami hal itu,
bukankah begitu?. Ditunggu jawabannya sob ..
Nyontek akan membunuh generasi mudah.Dan nyontek hanya akan menciptkn generasi yg pandai memanipusasi, tdk bisa menciptkn sesuatu yg baru dan memuntakan kembali apa yg sdh ada.
BalasHapusIya, benar Aname. pandai memanipulasi karya orang lain. Hanya menghabiskan puluhan tahun tanpa hasil.
Hapuslebih baik jangan...
BalasHapusSetuju Abang "_"
BalasHapus