Sabtu, 22 Juni 2013

TIANG HIDUP SEORANG MAHASISWA


Burung Merpati
Pada suatu hari saya berhadapan dengan seorang pendeta tua yang makan garam (memiliki banyak pengalaman). Saat itu saya sedang berjalan kaki melewati sebuah jalan  yang melintas di samping sebuah gereja tua. Pak tua ini aku mengenalnya, ia selalu ku jumpai saat melewati jalan ini, bahasa hatiku saat memandangnya.



Dengan simple ia memanggil nama panggilanku ‘Natto’, dari mana kau ...? apa kabarmu..?  sambil mengancungkan tangannya untuk berjabatangan. Slamat siang pak, aku dari kampus, dan Puji Tuhan kabar baiksaja pa, bagaimana dengan bapak? Sambil berjabatangan. Semakin hari semakin baik nak, belajarlah dari perbuatan hari ini untuk menghadapi hari esok. Kata bapak ini yang selalu memberikan nasehat buat saya.
Setau saya bapak ini setiap kali aku berjumpa pasti saja ada kata nasehtnya yang ia hiaskan untuk saya. Kali ini tidak seperti sebelumnya, ia menyuruhku duduk sejenak  di kursi plastik yang terletak di gerbang masuknya Gereja itu. Apa maksudnya bapak ini menyuruhku duduk, pikirku.
Bapak  ini sebelumnya kami berkenalan dan menceritakan padaku pengalamanya waktu kuliah, katanya ia pernah menamatkan SMA di jakarta dan melanjutkan kuliahnya di sekolah tinggi theologia  jakarta dan setelah mendapat gelar S.Th iapun melanjutkan kuliahnya di luar negeri yaitu dua tahun di Inggris dan tiga tahun di Amerika dan setelah menamatkan dan mendapat gelar yang profesional ia pun kembali ke Indonesia katanya.
Ini adalah perkenalan yang singkat, saya pun menjelaskan riwayat pendidikan dan beberapa yang perlu di perkenalkan sesuai dengan pertannyaannya. Kali ini saya bertemu yang ke empat  kalinya, saya tidak tahu apa yang dipikirkan bapak itu, ia akan berbicara banyak rupahnya,anganku, karena ku tahu  apa yang pernah dilakukan sebelumnya.  saya duduk di bangku tua itu sambil melepaskan tas yang ku pikul di belakang dan  mengusap keringat di wajahku.
Pak tua itu memandang wajahku yang penuh keringat dengan senag hati, karena ia tahu atas apa yang aku lakukan saat ini. Kira-kira pukul  13.00 WIB  sepulang dari kampus, matahari sangat terik dan jalan berdebuh bercampur asap kendaraan membakar tubuhku yang coklat ini bertambah coklat.
Si pak tua ini pun duduk berhadapan dengan aku dan berkata, natto kali ini kau lewat jalan ini lagi ya. Ya  pak aku telah memutuskan untuk berjalan kaki hari ini maka aku menepatinya.  Kebetulan hari itu adalah hari sabtu dan pantasan saja si bapak ini tengah membereskan gerejanya bersama jemaatnya yang bertugas untuk beribadah besok pagi pada hari minggu. Ia pun menceritakanya atas kerja yang ia sudah lakukan di gereja sejak dari pagi dini hari.
Bapak pendeta ini memulai pembicaraanya yang awalnya menyuruhku untuk mendengarkan baik-baik dan apabila yang aku bicarakan itu tidak di pahami secara lebih jelas maka akan bertanya saat aku berhenti berbicara karena apabila anda bertanya saat saya sedang berbicara maka saya akan lupa dan kehilangan apa yang saya mau bicarakan nantinya. Siap pak, percaya diri.
Tuhan tidak pernah melupakan hidup kamu, hidup saya dan hidup semua orang yang telah diciptakan-Nya, apa pun yang kau lakukan hari ini semuanay adalah sejalan dengan apa yang telah direncanakan Tuhan padamu. Maka keputusanmu yang tadi kau singgung adalah bukanlah berasal dari dirimu asaja melainkan keputusan yang berasal dari Tuhan itu sendiri, untuk hal ini anda dan saya memerlukan iman untuk meyakininya bahwa semuanya yang di lakukan itu adalah Dia yang menciptakan aku.
Manis dan pahitnya jadi mahasiswa itu saya sudah pernah merasakannya,  menjadi perantau di tanah orang itu sya sudah merasakannya, terlepas dari orang tua dan sanak saudara dan berbagai macam hal yang anda pernah rasakan itu saya pun pernah merasakanya seperti itu karena saya juga pernah melewati masa hidup yang sejalan dengan anda.
Tuhan itu tidak buta, bagi siapa yang berseru kepadanya Ia akan menjawabnya, Amsal 7: 1 mengatakan, takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan.  Maka itu nak sekarang ini saya mau bilang bahwa apa saja yang anda rencanakan apa itu baik maupun buruk apabila berjalan dengan Tuhan pasti akan berhasil.
Sekarang kau renungkan diri, perjalananmu menuju ke sini, betapa jauhnya dari Papua dan tiba di tempat ini untuk menempuh ilmu pengetahuan sesuai bidang yang kau tekuni saat ini, tekunilah itu tanpa kata menyerah dan tidak tau. Apabila anda bersama Tuhan pasti akan sukses seperti yang tadi aku katakan. Maka berjalanlah sesuai firman Tuhan seperti pada Yakobus pasal 4 perikop ke dua bahwa, Jangan melupakan Tuhan dalam perencanaan.
Saya pernah bertugas sebagai biarawan di Papua, kampung terpencil di Pulau Serui, yang adalah dominan orang  Papua dan di samping saya mewartakan firman Tuhan saya juga belajar karakter orang Papua itu seperti apa, dan saya sudah tau seperti apa karakter mereka, suatu kenyataan yang saya pelajari itu mereka memiliki rasa malas. Malas dalam berbagai hal, bukan berarti saya secara tidak lansung mengatakan kau adalah pemalas, bukan nak.
Seperti yang saya ketahui bahwa suatu penelitian mengatakan, 60% karakter seseorang dipengaruhi dari lingkungan dan sisanya lagi adalah dari hereditasnya. Sejalan dengan ini saya berpesan bahwa Natto kau kembali setelah menamatkan kuliah ke daerah asalmu kau merubah situasi di lingkungan daerahmu.
Maka itu sekaranglah waktunya kau belajar. Belajar bukan hanya dari kampus saja melainkan 60% pelajarannya ada diluar kampus, agar kau kembali tidak sia-sia, membawa bekal yang tak kacet mata yaitu ilmu pengetahuan dan pengalaman saat kau 4 tahun di pasundan ini. Percaya saya, ini akan membuat hidupmu lebih bermakna dan kaya walaupun tidak secara jasmania.
Wah,, saya banyak berbicara ni nak, tapi ini penting dan memang menjadi tugas dan tanggung jawab kami sebagai orang tua. Tapi saya rasa anda tidak bosan, terima kasih banyak pak, bukannya apa tetapi saya tidak pernah mendapat nasehat seperti ini sebelumnya, dan kali ini ada orang yang berkenan membekali saya dengan nasehat yang sungguh tersentuh, trima kasih pak.
Tapi, Natto saya ingin bertanya satu hal, begini, sekarang statusmu adalah mahasiswa kan jadi menurut kamu apa yang menjadi tiang hidupmu? Dan saya menjawab dengan cepat, tiang hidup saya adalah Tuhan. Dan katanya, Tiang hidupmu sangat jauh. Dan akupun bertanya lalu apa yang dekat? Apa yang menjadi tiang hidupku yang leih dekat pak..?
Ingat ini baik-baik nak, yang menjadi tiang hidupmu adalah, telinga, hati dan mulut. Apa maksudnya pak?, akan ku jelaskan, ku ulangi telinga,hati dan mulut adalah tiang hidupmu, karena, jika telingamu benar,kamu selamat. Jika hatimu benar,kamu hidup kekal. Dan jika mulutmu benar, kamu damai.
Maka sekali lagi jadikanlah telinga, hati dan mulutmu benar agar hidup dalam keselamatan, kekekalan dan kedmaian. Jika anda pahami hal ini dan disiplin terhadap ini maka hidup dan kehidupan anda sukses adanya.
Sayapun jadi penasaran dan bertanya, lalu bagimana denagn karakter seseorang yang tadi bapa jelaskan diatas?, dan ia mengatakan karakter seseorang itu sama halnya denagan kebiasaan atau perilaku. Perilaku adalah cermin bagi telinga, hati dan mulut. Aku terdiam dan dengan kalimat itu ia mengakhiri apa yang ia bicarakan pada saya. Cukup simpel namun artinya sangat mendalam.
Setelah itu saya berterimakasih dan pamit untuk melanjutkan perjalanan menuju kosan saya yang terletak kira-kira dua kilometer lagi jauhnya. Saya sangat senang dan menjadi hikmat mendengarkannya dan momen ini menjadi sebuah pengalaman dalam perjuangan hidup saya’ Tiang hidup sebagai seorang mahasiswa. Kesempatan emas dalam hal tertentu, datang tidak terduga.

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar sesuai dengan kutipan diatas menurut pemahaman anda, harap komentar yang membangun dan bermanfaat.

Translate

Pengikut Web Ini

Popular Posts