Pada suatu hari saya berhadapan
dengan seorang pendeta tua yang makan garam (memiliki banyak pengalaman). Saat
itu saya sedang berjalan kaki melewati sebuah jalan yang melintas di samping sebuah gereja tua.
Pak tua ini aku mengenalnya, ia selalu ku jumpai saat melewati jalan ini,
bahasa hatiku saat memandangnya.
Dengan simple ia memanggil nama
panggilanku ‘Natto’, dari mana kau ...? apa kabarmu..? sambil mengancungkan tangannya untuk
berjabatangan. Slamat siang pak, aku dari kampus, dan Puji Tuhan kabar baiksaja pa, bagaimana dengan bapak? Sambil berjabatangan. Semakin hari semakin
baik nak, belajarlah dari perbuatan hari ini untuk menghadapi hari esok. Kata
bapak ini yang selalu memberikan nasehat buat saya.
Setau saya bapak ini setiap kali
aku berjumpa pasti saja ada kata nasehtnya yang ia hiaskan untuk saya. Kali ini
tidak seperti sebelumnya, ia menyuruhku duduk sejenak di kursi plastik yang terletak di gerbang
masuknya Gereja itu. Apa maksudnya bapak ini menyuruhku duduk, pikirku.
Bapak ini sebelumnya kami berkenalan dan
menceritakan padaku pengalamanya waktu kuliah, katanya ia pernah menamatkan SMA
di jakarta dan melanjutkan kuliahnya di sekolah tinggi theologia jakarta dan setelah mendapat gelar S.Th iapun
melanjutkan kuliahnya di luar negeri yaitu dua tahun di Inggris dan tiga tahun
di Amerika dan setelah menamatkan dan mendapat gelar yang profesional ia pun
kembali ke Indonesia katanya.
Ini adalah perkenalan yang singkat,
saya pun menjelaskan riwayat pendidikan dan beberapa yang perlu di perkenalkan
sesuai dengan pertannyaannya. Kali ini saya bertemu yang ke empat kalinya, saya tidak tahu apa yang dipikirkan
bapak itu, ia akan berbicara banyak rupahnya,anganku, karena ku tahu apa yang pernah dilakukan sebelumnya. saya duduk di bangku tua itu sambil melepaskan
tas yang ku pikul di belakang dan mengusap keringat di wajahku.
Pak tua itu memandang wajahku yang
penuh keringat dengan senag hati, karena ia tahu atas apa yang aku lakukan saat
ini. Kira-kira pukul 13.00 WIB sepulang dari kampus, matahari sangat terik
dan jalan berdebuh bercampur asap kendaraan membakar tubuhku yang coklat ini
bertambah coklat.
Si pak tua ini pun duduk berhadapan
dengan aku dan berkata, natto kali ini kau lewat jalan ini lagi ya. Ya pak aku telah memutuskan untuk berjalan kaki
hari ini maka aku menepatinya. Kebetulan
hari itu adalah hari sabtu dan pantasan saja si bapak ini tengah membereskan
gerejanya bersama jemaatnya yang bertugas untuk beribadah besok pagi pada hari
minggu. Ia pun menceritakanya atas kerja yang ia sudah lakukan di gereja sejak
dari pagi dini hari.
Bapak pendeta ini memulai
pembicaraanya yang awalnya menyuruhku untuk mendengarkan baik-baik dan apabila
yang aku bicarakan itu tidak di pahami secara lebih jelas maka akan bertanya
saat aku berhenti berbicara karena apabila anda bertanya saat saya sedang
berbicara maka saya akan lupa dan kehilangan apa yang saya mau bicarakan
nantinya. Siap pak, percaya diri.
Tuhan tidak pernah melupakan hidup
kamu, hidup saya dan hidup semua orang yang telah diciptakan-Nya, apa pun yang
kau lakukan hari ini semuanay adalah sejalan dengan apa yang telah direncanakan
Tuhan padamu. Maka keputusanmu yang tadi kau singgung adalah bukanlah berasal
dari dirimu asaja melainkan keputusan yang berasal dari Tuhan itu sendiri,
untuk hal ini anda dan saya memerlukan iman untuk meyakininya bahwa semuanya
yang di lakukan itu adalah Dia yang menciptakan aku.
Manis dan pahitnya jadi mahasiswa itu
saya sudah pernah merasakannya, menjadi
perantau di tanah orang itu sya sudah merasakannya, terlepas dari orang tua dan
sanak saudara dan berbagai macam hal yang anda pernah rasakan itu saya pun
pernah merasakanya seperti itu karena saya juga pernah melewati masa hidup yang
sejalan dengan anda.
Tuhan itu tidak buta, bagi siapa
yang berseru kepadanya Ia akan menjawabnya, Amsal 7: 1 mengatakan, takut akan
Tuhan adalah permulaan pengetahuan tetapi orang bodoh menghina hikmat dan
didikan. Maka itu nak sekarang ini saya
mau bilang bahwa apa saja yang anda rencanakan apa itu baik maupun buruk
apabila berjalan dengan Tuhan pasti akan berhasil.
Sekarang kau renungkan diri,
perjalananmu menuju ke sini, betapa jauhnya dari Papua dan tiba di tempat ini
untuk menempuh ilmu pengetahuan sesuai bidang yang kau tekuni saat ini,
tekunilah itu tanpa kata menyerah dan tidak tau. Apabila anda bersama Tuhan
pasti akan sukses seperti yang tadi aku katakan. Maka berjalanlah sesuai firman
Tuhan seperti pada Yakobus pasal 4 perikop ke dua bahwa, Jangan melupakan Tuhan
dalam perencanaan.
Saya pernah bertugas sebagai
biarawan di Papua, kampung terpencil di Pulau Serui, yang adalah dominan
orang Papua dan di samping saya
mewartakan firman Tuhan saya juga belajar karakter orang Papua itu seperti apa,
dan saya sudah tau seperti apa karakter mereka, suatu kenyataan yang saya
pelajari itu mereka memiliki rasa malas. Malas dalam berbagai hal, bukan
berarti saya secara tidak lansung mengatakan kau adalah pemalas, bukan nak.
Seperti yang saya ketahui bahwa
suatu penelitian mengatakan, 60% karakter seseorang dipengaruhi dari lingkungan
dan sisanya lagi adalah dari hereditasnya. Sejalan dengan ini saya berpesan
bahwa Natto kau kembali setelah menamatkan kuliah ke daerah asalmu kau merubah
situasi di lingkungan daerahmu.
Maka itu sekaranglah waktunya kau
belajar. Belajar bukan hanya dari kampus saja melainkan 60% pelajarannya ada
diluar kampus, agar kau kembali tidak sia-sia, membawa bekal yang tak kacet mata
yaitu ilmu pengetahuan dan pengalaman saat kau 4 tahun di pasundan ini. Percaya
saya, ini akan membuat hidupmu lebih bermakna dan kaya walaupun tidak secara
jasmania.
Wah,, saya banyak berbicara ni nak,
tapi ini penting dan memang menjadi tugas dan tanggung jawab kami sebagai orang
tua. Tapi saya rasa anda tidak bosan, terima kasih banyak pak, bukannya apa
tetapi saya tidak pernah mendapat nasehat seperti ini sebelumnya, dan kali ini
ada orang yang berkenan membekali saya dengan nasehat yang sungguh tersentuh,
trima kasih pak.
Tapi, Natto saya ingin bertanya
satu hal, begini, sekarang statusmu adalah mahasiswa kan jadi menurut kamu apa
yang menjadi tiang hidupmu? Dan saya menjawab dengan cepat, tiang hidup saya
adalah Tuhan. Dan katanya, Tiang hidupmu sangat jauh. Dan akupun bertanya lalu
apa yang dekat? Apa yang menjadi tiang hidupku yang leih dekat pak..?
Ingat ini baik-baik nak, yang menjadi tiang hidupmu
adalah, telinga, hati dan mulut. Apa maksudnya pak?, akan ku jelaskan, ku
ulangi telinga,hati dan mulut adalah tiang hidupmu, karena, jika telingamu
benar,kamu selamat. Jika hatimu benar,kamu hidup kekal. Dan jika mulutmu benar,
kamu damai.
Maka sekali lagi jadikanlah
telinga, hati dan mulutmu benar agar hidup dalam keselamatan, kekekalan dan kedmaian.
Jika anda pahami hal ini dan disiplin terhadap ini maka hidup dan kehidupan
anda sukses adanya.
Sayapun jadi penasaran dan
bertanya, lalu bagimana denagn karakter seseorang yang tadi bapa jelaskan
diatas?, dan ia mengatakan karakter seseorang itu sama halnya denagan kebiasaan
atau perilaku. Perilaku adalah cermin bagi telinga, hati dan mulut. Aku terdiam
dan dengan kalimat itu ia mengakhiri apa yang ia bicarakan pada saya. Cukup
simpel namun artinya sangat mendalam.
Setelah itu saya berterimakasih dan
pamit untuk melanjutkan perjalanan menuju kosan saya yang terletak kira-kira
dua kilometer lagi jauhnya. Saya sangat senang dan menjadi hikmat
mendengarkannya dan momen ini menjadi sebuah pengalaman dalam perjuangan hidup
saya’ Tiang hidup sebagai seorang mahasiswa. Kesempatan emas dalam hal tertentu, datang tidak terduga.
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar sesuai dengan kutipan diatas menurut pemahaman anda, harap komentar yang membangun dan bermanfaat.